Jakarta, WaraWiri.net - Sebagai upaya untuk memperbaiki kualitas layanan publik dan efisiensi administrasi perizinan berusaha, integrasi antara Geographic Information System Tata Ruang (GISTARU) dan Online Single Submission (OSS) diharapkan mampu meningkatkan kemudahan akses, transparansi, serta akurasi data dalam proses perizinan berusaha.
Mendukung hal tersebut, Direktorat Jenderal Tata Ruang melaksanakan Retrospeksi Integrasi GISTARU dan OSS Tahun 2014 di Ayana Midplaza pada Selasa s.d. Rabu (17-18/12/2024).
GISTARU sendiri berperan dalam menyediakan data spasial tata ruang yang diperlukan untuk perencanaan permohonan, sementara OSS berfungsi sebagai sistem elektronik untuk pengajuan dan pemrosesan izin berusaha, dalam hal ini Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR).
Membuka kegiatan, Sekretaris Direktorat Jenderal Tata Ruang, Reny Windyawati mengatakan bahwa sejak tahun 2021, sesuai dengan data per 29 November 2024, sebanyak 16.089 permohonan Persetujuan KKPR Penilaian telah terbit yang terdiri dari 3.358 kewenangan pusat dan 12.731 kewenangan kabupaten/kota.
“Terkait dengan KKPR, pada kesempatan ini akan kita bahas bagaimana proses bisnis, dan waktu pelayanan, terutama untuk Persetujuan KKPR, termasuk di dalam terdapat proses penerbitan Pertimbangan Teknis Pertanahan (PTP),” ujar Reny.
Lebih lanjut juga Reny mengatakan bahwa saat ini sedang dilakukan proses revisi PP No. 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, sehingga pembahasan ini juga dapat menjadi pertimbangan untuk kita mengevaluasi proses penerbitan KKPR.
“Kita berharap acara ini bisa mengidentifikasi capaian RDTR terintegrasi OSS, penambahan/perbaikan fitur GISTARU - KKPR, dan mengidentifikasi kendala KKPR itu sendiri. Hasil dari identifikasi ini juga diharapkan dapat menjadi masukan terhadap pedoman, NSPK, maupun SOP, dan yang paling penting untuk mengoptimalkan pengembangan GISTARU agar semakin efektif mendukung proses perizinan berusaha dan penyelengaraan penataan ruang di masa depan," ungkap Reny.
Diana Irawati Asisten Deputi Bidang Kelautan, Perikanan, dan Kehutanan, Kementerian Sekretariat Negara yang hadir sebagai narasumber mengatakan bahwa untuk menciptakan kondisi yang ramah bagi iklim investasi, khususnya terkait dengan tata laksana perizinan, peran dari tata ruang tidak dapat dikesampingkan.
“Tata Ruang memegang peran yang sangat krusial, mengingat setiap kegiatan usaha sebagai perwujudan dari investasi/penanaman modal mempersyaratkan adanya kesesuaian dengan rencana tata ruang sebagai persyaratan dasar perizinan berusaha dalam bentuk KKPR, Di sini, tata ruang berperan sebagai panglima, yang mengarahkan kegiatan-kegiatan apa saja yang boleh dilakukan, boleh dilakukan dengan syarat, atau tidak boleh dilakukan pada Kawasan atau wilayah tertentu,” pungkasnya.
Menyampaikan paparan mengenai ‘Pelaksanaan Pertimbangan Teknis Pertanahan’ dalam Penerbitan KKPR’ Kepala Subdirektorat Layanan dan Pengembangan Penatagunaan Tanah, Muharam Bayu Tri Nugroho menjelaskan peran strategis PTP dibutuhkan sebagai salah satu pertimbangan dalam proses penerbitan KKPR, PTP juga memberikan implikasi terhadap kualitas PKKPR itu sendiri.
“Fungsi dari PTP adalah untuk memotret suatu luasan objek permohonan, dalam konteks ini permohonan KKPR, untuk dilihat kondisi eksistingnya, serta informasi P4T-nya (Penguasaan,. Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah), apakah memungkinkan untuk dilaksanakan suatu rencana kegiatan pada lokasi tertentu,” jelas Bayu.
Pada kesempatan selanjutnya, Direktur Perencanaan Jasa dan Kawasan, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Noor Fuad Fitrianto mengutarakan mengenai isu tantangan dan rencana pengembangan GISTARU - OSS yang dihadapi, salah satunya terkait dengan percepatan KKPR, Fuad mengusulkan pengaturan pendelegasian kewenangan dari kepala daerah kepada kepala dinas untuk memberikan persetujuan KKPR kegiatan usaha risiko rendah dan menengah rendah.
“Salah satu yang dapat saya usulkan, untuk permohonan KKPR di daerah, Forum Penataan Ruang cukup menilai permohonan dengan risiko tinggi, sementara risiko rendah dapat didelegasikan kepada dinas pengampu tata ruang di daerah masing-masing. Begitu pula dengan pusat, jika sudah ada pengaturan baru terkait dengan pendelegasian kewenangan ini, harapannya permohonan yang perlu dikoordinasikan hanya permohonan kegiatan usaha dengan risiko tinggi saja.” ujar Fuad.
Koordinator Tata Ruang dan Analisis Sosial Ekonomi Regional, Kementerian PPN/Bappenas, Moh. Agung Widodo yang hadir secara daring mengungkapnya beberapa isu yang sering diangkat oleh pemerintah daerah.
“Terutama untuk daerah dengan perkembangan pesat, dimana banyak permohonan KKPR yang telah terbit, pemerintah daerah tidak terinformasi akan hal tersebut. Diharapkan pemerintah daerah dapat mengetahui terkait dengan perkembangan terkini di daerahnya masing-masing sehingga pemerintah daerah dapat mensinkronkan dengan rencana pelayanan publik,” ungkap Agung.
Turut hadir secara langsung pada acara ini, yaitu para Penata Ruang Ahli Utama, Abdul Kamarzuki, Sufrijadi, Andi Tenrisau, Dodi S. Riyadi, dan Gabriel Triwibawa, Direktur Bina Perencanaan Tata Ruang Daerah Wilayah II Chriesty E. Lengkong, Direktur Sinkronisasi Pemanfaatan Ruang Rahma Julianti yang memberikan tanggapan berupa masukan dan saran atas paparan yang disampaikan. (Yadi/Burhan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar