Kemendikbudristek Kembali Hadirkan Sekolah Adat dan Sekolah Lapang Kearifan Dalam Peringatan Hardiknas

Kemendikbudristek Kembali Hadirkan Sekolah Adat dan Sekolah Lapang Kearifan Dalam Peringatan Hardiknas. (Dok. Kemendikbudristek)

Jakarta, WaraWiri.net - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) kembali menghadirkan Sekolah Adat dalam upacara bendera peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2024.

Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (Direktorat KMA) Kemendikbudristek, Sjamsul Hadi, mengatakan bahwa Sekolah Lapang Kearifan Lokal mampu membangkitkan semangat dan inisiatif generasi muda adat untuk menemukenali kembali potensi kebudayaannya. Ke depannya, Sjamsul berharap Sekolah Lapang Kearifan Lokal mampu merencanakan dan menindaklanjuti pengembangan dan pemanfaatan dari potensi tersebut.

“Selain keberlanjutan program Sekolah Lapang Kearifan Lokal, keberadaan Sekolah Adat menjadi harapan adanya kesetaraan dan kesempatan yang sama bagi seluruh warga negara Indonesia untuk mendapatkan pendidikan yang layak,” ucapnya.

Sjamsul menambahkan, Sekolah Adat menggunakan pendekatan kurikulum kontekstual berbasis kearifan lokal yang pewarisannya secara turun temurun dari para tetua adat kepada generasi muda, hal ini sejalan dengan program Merdeka Belajar. Oleh karena itu, pengakuan terhadap sekolah adat sebagai bagian dari satuan pendidikan nonformal dalam Sistem Pendidikan Nasional mutlak diperlukan.

“Kemendikbudristek terus berupaya memberikan layanan pendidikan kepada semua anak bangsa tanpa terkecuali, termasuk masyarakat adat melalui Sekolah Adat dan Sekolah Lapang Kearifan Lokal mengingat pentingnya memperkenalkan, menjaga, dan melestarikan kekayaan budaya dan adat istiadat lokal kepada generasi muda,” pungkas Sjamsul.

Sebanyak 28 orang warga belajar dan pandu budaya hadir pada upacara peringatan Hardiknas 2024. Mereka terdiri dari dua Sekolah Adat dan dua Sekolah Lapang Kearifan Lokal yang berasal dari Sekolah Adat Arus Kualan (Kalimantan Barat) dan Komunitas Pemuda Adat Kasepuhan Cirompang (Banten), serta Sekolah Lapang Kearifan Lokal Kampung Adat Kuta (Jawa Barat) dan Flores Timur (Nusa Tenggara Timur).

F. Deliana Winki, Pendiri Sekolah Adat Arus Kualan di Kalimantan Barat, mengucapkan terima kasih kepada Kemendikbudristek karena telah diundang dalam perayaan Hardiknas tahun ini. Menurutnya, ini merupakan kesempatan yang luar biasa yang diberikan kepada sekolah adat. Anak-anak menjadi percaya diri untuk tampil dan bisa hadir di hadapan Mendikbudristek.

“Sesuai dengan tema Hardiknas tahun ini, gerakan Merdeka Belajar yang diinisiasikan Kemendikbudristek sangat membantu dan sejalan dengan program-program yang dilakukan sekolah adat. Kami memberikan kebebasan kepada warga belajar melalui beberapa kegiatan, seperti permainan tradisional, pembuatan obat tradisional, meramu di hutan, dan menganyam. Untuk itu, program ini pantas untuk dilanjutkan di masa mendatang,” ujar Deli.

Selanjutnya, Deli berharap Kemendikbudristek terus hadir dan mengawal perkembangan warga belajar di Sekolah Adat. “Sekolah Adat kami memiliki program bernama Belajar Tidak Terasa. Lewat program ini, kami dapat belajar di mana pun, warga belajar juga dapat menimba ilmu secara langsung dari tetua – tetua adat. Ke depannya, semoga Kemendikbudristek kembali memberikan kesempatan kepada kami untuk tampil dan mengembangkan pembelajaran melalui gerakan Merdeka Belajar,” pungkasnya.

Senada dengan Deli, Maria Natalia Ana Yusti, Fasilitator Sekolah Lapang Kearfian Lokal Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, sangat bersyukur dan terharu berkesempatan menjadi peserta upacara pada Hardiknas tahun ini. Ia menilai, tema Hardiknas tahun ini sangat pantas dan gerakan Merdeka Belajar layak untuk dilanjutkan di masa mendatang.

“Semenjak adanya program Merdeka Belajar, kami tergerak dengan kemampuan dan cara kami sendiri. Salah satunya adalah saya sendiri yang menggunakan seni teater dalam metode pembelajaran, saya mampu menggali cerita-cerita rakyat untuk kemudian bisa dipentaskan oleh anak-anak di sekolah,” ucap Maria.

Selanjutnya, Maria berharap gerakan Merdeka Belajar dapat terus dikembangkan supaya keberpihakan kepada siswa dapat terus berlanjut. “Semoga Kemendikbudristek melalui Direktorat KMA selalu hadir untuk Sekolah Lapang Kearifan Lokal, sehingga kelak anak-anak di zaman modern nanti akan tetap mengenal budaya leluhur mereka,” tutup Maria.

Tentang Sekolah Adat

Sekolah adat adalah pendidikan nonformal yang menyesuaikan dengan pengetahuan tradisional, kekhasan budaya, kearifan lokal, karakteristik masyarakat adat, letak geografis, lingkungan-ekologis, keberadaan masyarakat adat dengan akses pendidikan, kebutuhan dan berdasarkan pada prinsip pendidikan yang kontekstual.

Pendirian Sekolah Adat merupakan inisiasi masyarakat yang menitikberatkan pada proses pewarisan nilai-nilai budaya dari tetua adat kepada generasi muda. Pembelajaran di sekolah adat berupa pengetahuan, keterampilan, dan praktik baik tentang budaya, tradisi, dan adat istiadat lokal dengan kurikulum konstekstual contohnya sejarah, hukum adat, pengetahuan tradisional, ritus, permainan rakyat, seni, teknologi tradisional, dan bahasa daerah.

Tentang Sekolah Lapang Kearifan Lokal

Sekolah Lapang Kearifan Lokal merupakan platform percepatan pemajuan kebudayaan yang dijalankan secara partisipatif bersama masyarakat adat di Indonesia. Program ini diinisiasi oleh Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat (Dit.KMA) sejak tahun 2021. SLKL dirancang sebagai program penguatan kapasitas subyek (pembinaan) dalam rangka pelindungan, pemanfaatan, dan pengembangan mitra jejaring dengan pemerintah daerah, pihak swasta, organisasi masyarakat sipil, dan perguruan tinggi dalam pemajuan kebudayaan. (Fitri)
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar







ADVERTISING

ADVERTISING