Kemenperin Tegaskan Dukung Penegakan Hukum atas Dugaan Ekspor Ilegal Limbah Minyak Sawit

Kemenperin Tegaskan Dukung Penegakan Hukum atas Dugaan Ekspor Ilegal Limbah Minyak Sawit. (Dok. Kemenperin)

Jakarta, WaraWiri.net - Kementerian Perindustrian menegaskan komitmennya dalam mendukung penguatan tata kelola ekspor komoditas kelapa sawit guna menjaga keadilan fiskal dan memberikan kepastian hukum pada sektor industri nasional. Dalam pernyataan resminya, Kemenperin mendukung langkah Satuan Tugas Khusus Optimalisasi Penerimaan Negara Polri terkait dugaan pelanggaran ekspor limbah minyak sawit berupa Palm Oil Mill Effluent (POME) dan High Acid Palm Residue (HAPOR) yang dilaporkan sebagai fatty-matter, produk samping industri biodiesel.

“Kami mengapresiasi atas kerja keras Satgassus Polri, Kementerian Keuangan, dan instansi terkait lainnya yang telah melakukan pengecekkan lapangan atas ekspor komoditas olahan kelapa sawit,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada Konferensi Pers Operasi Gabungan Ditjen Bea Cukai - Ditjen Pajak Kementerian Keuangan dan Satgas Optimalisasi Penerimaan Negara Polri di Jakarta (6/11).

Konferensi Pers ini turut dihadiri oleh Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Djaka Budi Utama dan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto. Adapun temuan ini berasal dari operasi gabungan pemeriksaan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara pada 24-29 Oktober 2025 terhadap 87 kontainer milik PT. Mitra Mentari Sentosa (PT.MMS).

Sebelumnya, diduga terjadi ketidaksesuaian Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang dilakukan oleh PT. Mitra Mentari Sentosa terkait ekspor campuran limbah minyak kelapa sawit. Perusahaan tersebut melaporkan barang ekspor sebagai fatty-matter, namun terdapat indikasi barang ekspor tersebut dicampur dengan High Acid Palm Residue (HAPOR) dan Palm Oil Mill Effluent (POME).

Tindakan ini diduga untuk menghindari Tarif Bea Keluar dan Tarif Dana Perkebunan/Levy atas barang ekspor POME dan HAPOR sebagaimana diatur dalam Peraturan Kementerian Keuangan Nomor 68 dan Nomor 69 Tahun 2025.

“Awalnya PT MMS tidak dikenakan biaya ekspor karena fatty-matter yang dilaporkan tidak mengandung turunan CPO, tetapi setelah ditelusuri lebih lanjut barang tersebut mengandung CPO,” tambah Djaka.

Selain itu, Kapolri turut menyampaikan bahwa saat ini fatty-matter tidak dikenakan pungutan ekspor sehingga hal ini yang menjadi celah bagi oknum untuk menghindari pajak.

“Tindakan ini telah mengakibatkan kerugian negara dan kami akan terus melakukan pendalaman terhadap beberapa perusahaan lainnya,”ujarnya.

Kemenperin menilai tindakan tersebut bertentangan dengan semangat industrialisasi kelapa sawit dalam negeri dan berpotensi menghambat peningkatan nilai tambah. Selain itu, praktik tersebut juga dapat mengganggu jaminan pasokan bahan baku bagi industri pengolahan dalam negeri. Sementara, di negara tujuan ekspor, fatty-matter dapat digunakan sebagai bahan baku industri bahan pelarut/solvent, bahan pembersih/sabun, dan aneka produk kimia lainnya.

Menperin menjelaskan, Kemenperin telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 32 Tahun 2024 tentang Klasifikasi Komoditas Turunan Kelapa Sawit.

“Permenperin tersebut merupakan acuan spesifikasi teknis komoditas CPO dan olahannya yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pengawasan kebijakan fiskal,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Menperin menegaskan tidak akan berkompromi terhadap segala bentuk kecurangan pada kegiatan ekspor yang melanggar hukum.

“Kami mendukung kolaborasi lintas sektoral yang telah dijalin dalam menyusun kebijakan dan pengawasan di lapangan yang adil dan berpihak pada kepentingan nasional,” tutup Menperin. (Fathi)
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar







ADVERTISING

ADVERTISING